Ad Code

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Liburan yang manise di Sawai, Maluku


pantai Ora, Sawai
Perjalanan solo yang ketigaku kali ini menjejakkan kaki ke tanahnya nyong dan nona Ambon manise. Tanah Maluku! Sejak tahun 2010. Maluku sudah berkembang menjadi Maluku dan Maluku Utara. Kedua provinsi ini memiliki ribuan pulau-pulau yang tersebar, tampak jelas ssat terbang melintasi Maluku.

Saya mengambil penerbangan subuh dari Makassar, supaya bisa segera sampai di Pulau Seram sesegera mungkin. Sesampainya di bandara Patimura Ambon, bergegas menuju pelabuhan Tulehu, mengambil tiket fastboat menuju pulau Seram, Maluku Tengah. Sepanjang perjalanan dengan fastboat terlihat lautan Maluku yang mempesona.

Pulau Seram adalah gerbang masuk menuju Gunung Binaiya, gunung tertinggi di Maluku dan pantai Ora yang sudah terkenal itu. Thanks to Facebook dan internet, saya bisa dapat kenalan di Ambon dan Masohi yang membantu mencarikan rumah penduduk di Sawai.

Salah satu resort di Sawai dengan laut sebening kaca

"Kalau mau ke Ora, kamu mau pilih tinggal di Saleman atau di Sawai ?" begitu langsung pertanyaaan bunda Hapsah setibaku di kota Masohi. Saleman dan Sawai adalah dua desa nelayan yang berdekatan dengan pantai Ora. Kalau Saleman sudah banyak yang tahu, tapi Sawai, belum banyak info. Berbingung-bingung ria, saya pilih di Sawai saja biar sekalian yang paling jauh saja.

Sesampainya di Sawai, saya dikenalkan dengan Ifa, gadis manis Sawai yang kemudian menjadi teman jalan sekaligus lokal guideku yang baik hati. Esoknya, diajak keliling oleh Ifa melihat-lihat sekitar Sawai, singgah ke resort-resort di sekitar  Sawai.

Di Lisar bahari Sawai
Rumah laut seperti di Maldives atau Bora-bora di internet seperti pemandangan yang biasa di sini.  Ada Onain Munina resort, ada Lisar Bahari Resort yang bisa jadi pilihan kalau Ora Eco resort full booking. 



Menunggu sunset di Lisar Bahari

Di Onain Munina resort, Sawai

Ternyata pilihan saya tidak salah. Sawai bener-bener tempat terpencil yang indah sekali!

Desa Sawai adalah desa nelayan yang tersembunyi di sebuah teluk, jadi lautnya tenang dan teduh sekali. Di desa ini baru pertama kali lihat penambakan ikan GT. Wuidihhh .. besar-besar sekali ikannya. Ada juga penyu dan napoleon yang dipelihara dalam tambak. Sedih sih, harusnya penyu dan napoleonnya dilepasin saja ke laut lepas.




Siangnya saya diajakin Ifa singgah ke Rumah Baca, tempat favoritnya bersama teman-teman satu desa menghabiskan waktu, membaca buku! Salut saya lihat semangat adik- adik ini, cita-cita mereka mau jadi dokter, guru dan penyanyi. Wowww .. Amin amin. Doaku padamu adik-adik :)


Tebing Batu, Sawai

Sorenya menyewa kapal katingting bapak nelayan, kami diantar berenang sore sore di spot Tebing Batu. Ongkosnya cuman beliin bensin saja, soalnya yang punya kapal tetangga Ifa hehehe. Asik deh, murah meriah, kami pun berenang di Tebing Batu sampai puas sekali dan pulang-pulang sudah kelaparan.




Besok siangnya, kami berempat menuju pantai Ora. Sepanjang mata memandang lautnya biru ga nahan. Jernih banget, sampai tembus dasar laut sekitar 5 meteran saking beningnya air laut. Terumbu karangnya padat, perbukitannya hijau dan megah. Pantai Ora bener-bener indah!

Kita juga bisa menikmati memandang Ora dari ketinggian dengan treking di hutannya, cuman saya skip soalnya ga berani.

Pantai Ora, Sawai 


Masih berasa ga percaya aja sudah sampai di pantai Ora. Puas berenang, foto sana-sini kami kemudian ke Air Belanda. Dulu mata air ini ditemukan saat penjajahan Belanda, airnya berasal dari air pegunungan yang superdingin, aliran airnya langsung menuju laut. Jadi setelah puas berenang di air asin, kami bersih-bersih di air belanda.

Air mata Belanda, Sawai 

Siangnya kami singgah melihat lukisan di Tebing Hatupia. Menurut cerita Ifa, lukisan Cakalele ini dulu berulangkali dihancurkan tapi berpindah-pindah 'sendiri' .


lukisan Cakalele
Selesai bermain di air asin, saya diajak ke taman penangkaran burung Kakatua di Taman Masihulan, ada rumah pohonnya, jadi bisa melihat burung-burung liar. Taman penangkaran ini dibangun oleh sepasang suami-istri kebangsaan Amerika. Ada lebih dari 20 kandang disediakan untuk penangkaran burung Kakaktua, Nuri dan Kasuari. Burung Kasuarinya sedang mandi lumpur saat saya datang berkunjung.

Ada satu lagi to do list di Sawai, menyusuri Sungai Salawai, yang akhirnya cancel karena hujan deras. Di Sungai Salawai ini bisa lihat langsung orang lokal mengambil sagu. Seruu kelihatannya, sayang belum jodoh. Hehehehhe next time ;))

burung kakatua di penangkaran Taman Masihulan 




Waaaahhhh, seru deh pengalaman tinggal di Sawai, apalagi di bulan Ramadan saaat saya berkunjung, anak-anak dan remaja di Sawai adu keras suara meriam bambu. Rame banget. Siang hari bermain dan berenang di lautan, malam harinya adu keras suara meriam, masa kecil yang sungguh bahagia!


muka muka bahagia berenang di lautan kapan saja 

Adu keras suara meriam bambu saat Ramadan
Cobain sagu masakan mama buat pertama kalinya 

wefie underwater bareng adik-adik hehehehhe

Bener-bener pengalaman yang manis sekali tinggal di Sawai. Berasa punya keluarga di sana, bakalan rindu dengan adik-adik di sana. Diajakin ke sana-sini, bertemu dengan mama dan bapa yang baik hati, saya beruntung sekali.  Terimakasih Sawai, sampai kita bertemu lagi  :)


Desa Sawai 

@daisyjuliaaa - Travel, its not about the destinastion, its about the journeys.

Post a Comment

3 Comments

  1. kak, tanya dong, pas nginep di rumah warga itu, biasanya bayar berapa ya?terus untuk makan harian di sana gimana. Makasih

    ReplyDelete
  2. terimakasih ya kak, infonya sangat bermanfaat,,, boleh untuk jadi referensi nih

    tolong bantu kita juga dengan klik disini ya, ada tips seputar asuransi nih, semoga bermanfaat buat teman-teman yang sedang menggunakan atau hendak menggunakan jasa asuransi,,, :)

    ReplyDelete